UTS-3 My Stories for You

Menjadi mentor OSKM ITB 2025 adalah salah satu pengalaman paling berharga dalam perjalanan saya sebagai mahasiswa.
Bukan hanya karena kesempatan untuk membimbing mahasiswa baru, tetapi juga karena proses ini membuat saya belajar banyak tentang komunikasi, empati, dan arti menjadi panutan yang sebenarnya.
Awal Perjalanan dan Motivasi
Saya bergabung sebagai mentor karena ingin berkontribusi secara nyata bagi lingkungan kampus.
Sejak awal, saya menyadari bahwa OSKM bukan sekadar acara penyambutan mahasiswa baru, melainkan proses pembentukan karakter dan nilai kebersamaan.
Saya ingin hadir di sana bukan sebagai “pemberi nasihat,” tetapi sebagai teman yang mau mendengarkan, memahami, dan tumbuh bersama mereka.
Motivasi ini muncul dari pengalaman pribadi.
Dulu, ketika saya menjadi peserta, ada satu mentor yang benar-benar mendengarkan saya tanpa menghakimi.
Itu mengubah cara saya memandang peran seorang pembimbing.
Sejak saat itu, saya ingin melakukan hal yang sama — menciptakan ruang aman di mana orang bisa didengar dan merasa diterima.
Proses dan Tantangan
Menjadi mentor tidak semudah yang saya bayangkan.
Sejak tahap Sekolah Mentor, saya belajar bagaimana berkomunikasi dengan berbagai tipe kepribadian.
Ada rekan mentor yang tegas, ada yang lembut, ada juga yang lebih spontan.
Dari situ saya memahami bahwa komunikasi yang efektif bukan tentang siapa yang paling banyak bicara, tapi siapa yang paling mampu menyesuaikan diri.
Selama OSKM berlangsung, saya memegang satu kelompok mahasiswa baru.
Awalnya mereka pendiam dan agak canggung, tapi perlahan kehangatan mulai tumbuh.
Saya belajar bahwa listening adalah kunci untuk membangun kedekatan.
Kadang mereka tidak butuh solusi, hanya butuh seseorang yang mau mendengar tanpa menginterupsi.
Saya masih ingat satu malam saat salah satu peserta tiba-tiba menghubungi saya lewat pesan pribadi.
Dia merasa tidak percaya diri karena belum terbiasa dengan lingkungan kampus.
Saya membaca pesannya berkali-kali, mencoba memahami perasaannya lewat pilihan kata dan nada tulisannya.
Saya menenangkan dia dengan bahasa yang sederhana dan jujur.
Esoknya, dia menyapa saya dengan senyum lebar — tanpa perlu banyak kata, saya tahu komunikasi kami berhasil.
Pembelajaran dan Refleksi
Dari pengalaman menjadi mentor, saya menyadari bahwa komunikasi bukan sekadar menyampaikan pesan, tapi juga membangun hubungan yang bermakna.
Saya belajar bahwa bahasa tubuh, intonasi, dan tatapan mata bisa berbicara lebih jujur daripada kalimat panjang.
Saya juga belajar mengelola persepsi: memahami kapan harus tegas, dan kapan harus lembut.
Yang paling berkesan bagi saya adalah bagaimana saya ikut tumbuh bersama para peserta.
Saya yang awalnya ragu untuk memimpin kini lebih berani untuk berbicara, mendengar, dan mengarahkan tanpa harus memaksa.
Saya belajar untuk tidak hanya memahami teori komunikasi, tetapi benar-benar mempraktikkannya dalam konteks sosial yang nyata.
Menjadi mentor juga mengajarkan saya tentang empati — untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain tanpa tergesa-gesa menilai.
Ketika saya mulai benar-benar mendengarkan, saya menyadari bahwa setiap individu membawa cerita dan perjuangannya sendiri.
Penutup
Menjadi mentor OSKM bukan hanya tentang memimpin, tetapi tentang belajar memahami.
Saya belajar bahwa setiap interaksi memiliki makna, setiap percakapan adalah kesempatan untuk menumbuhkan kepercayaan, dan setiap diam pun punya arti jika kita mau mendengarkan dengan hati.
Saya merasa bangga bisa menjadi bagian dari proses ini.
Karena di balik setiap kegiatan dan percakapan kecil, ada pelajaran besar tentang tanggung jawab, komunikasi, dan kemanusiaan.
Dan bagi saya, itulah inti dari menjadi seorang mentor.